Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us

jumlah pengunjung hari ini

Senin, Januari 05, 2009

Organisasi

BAB I

1. Pengertian Organisasi Sosial

Organisasi sosial dapat diartikan sebagai suatu kesatuan orang-orang yang tersusun secara teratur berdasarkan pembagian tugas tertentu yang dibebankan pada diri mereka masing-masing. Sekaligus suatu susunan atau struktur dari berbagai hubungan antar manusia yang terjadi dalam masyarakat. Hubungan tersebut merupakan satu kesatuan yang teratur. Secara luas organisasi sosial diartikan sebagai jaringan tingkah laku manusia dalam ruang lingkup yang kompleks dalam masyarakat.
Pada tingkat kehidupan bersama dalam masyarakat ada struktur, demikian pula pada tiap tingkat kehidupan bersama ada organisasi. Pada tingkat kepribadian seseorang nampak adanya organisasi dari kegiatan fisik, suatu koordinasi dari kegiatan tersebut dalam berjalan dan berbicara (Pudjiwati Sajogyo,1985:57).
Dengan demikian organisasi sosial melingkupi berbagai individu didalamnya berkaitan dengan tugas-tugasnya yang telah ditentukan. Maksud daripada tugas itu sendiri adalah peranan maupun fungsi individu dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul didalam kelompoknya. Disini juga disinggung bahwa sebuah organisasi mengedepankan struktur, artinya akan ada tampuk kepemimpinan dari yang tertinggi hingga yang terendah. Ini tidak terlepas dari makna sebuah organisasi, yang mana ketika tidak ada seseorang yang dijadikan panutan atau paling tidak dituakan sebagai pimpinan kelompok tersebut akan dapat berjalan baik. Didalam sebuah organisasi memang dipentingkan seorang pemimpin yang dapat membawa dan mengarahkan kelompoknya kepada tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama.



2. Ciri-Ciri Organisasi Sosial


Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a. Formalitas, merupaka ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.


b. Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.


c. Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.


d. Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.

Ada juga yang menyatakan bahwa organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang behubungan dengan keberadaan organisasi itu. Diantaranya ádalah:


a. Rumusan batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
b. Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
c. Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.
Jadi, dari beberapa ciri organisasi yang telah dikemukakan kita akan mudah membedakan yang mana dapat dikatakan organisasi dan yang mana tidak dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi.

3. Alasan Berorganisasi


Organisasi didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan. Seorang pakar bernama Herbert G Hicks mengemukakan dua alasan mengapa orang memilih untuk berorganisasi:
a. Alasan Sosial (social reason), sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi.
b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu:
1) Dapat memperbesar kemampuannya
2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi.
3) Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.


4. Tipe-Tipe Organisasi


Secara garis besar organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat mereka terstruktur. Namur dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal maupun informal yang sempurna.

1) Organisasi Formal,

Organisasi formal memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasarat lainya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal ádalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).


2) Organisasi informal, keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh organisasi informal ádalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan.

Selain itu, organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:
1) Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.
2) Organusasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.

5. Organisasi Berdasarkan Sasaran Pokok

Organisasi yang didirikan tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai secara maksimal. Oleh karenanya suatu organisasi menentukan sasaran pokok mereka berdasarka kriteria-kriteria organisasi tertentu.

Adapun sasaran yang ingin dicapai umumnya menurut J Winardi adalah:

1) Organisasi berorientasi pada pelayanan (service organizations)
Berupaya memberikan pelayanan yang profesional kepada anggotanya maupun pada kliennya. Selain itu siap membantu orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari penerima servis.
2) Organisasi yang berorientasi pada aspek ekonomi (economic organizations)
Yaitu organisasi yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan dalam pembayaran dalam bentuk tertentu.
3) Organisasi yang berorientasi pada aspek relijius (religious organizations)
4) Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations )
5) Organisasi-organisasi pemerintah (goverment organizations )
6) Organisasi-organisasi sosial (social organizations )


BAB II

Proses terbentuknya Lembaga Sosial

Pada awalnya Templat:Lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan , kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan.

Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai sebagai Pranata sosial. Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut : 1. Diketahui 2. Dipahami dan dimengerti 3. Ditaati 4. Dihargai

lembaga sosial merupakan tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam sebuah wadah yang disebut dengan Asosiasi.

Lembaga dengan Asosiasi memiliki hubungan yang sangat erat. Namun memiliki pengartian yang berbeda. Lembaga yangg tidak mempunyai anggota tetap mempunyai pengikut dalam suatu kelompok yang disebut asosiasi.

Asosiasi merupakan perwujudan dari lembaga sosial. Asosiasi memiliki seperangkat aturan, tatatertib, anggota dan tujuan yang jelas. Dengan kata lain Asosiasi memiliki wujud kongkret, sementara Lembaga berwujud Abstrak.

Untuk mempermudah memahaminya, perhatikan uraian berikut : Dalam lembaga sosial " AGAMA " , maka akan menghasilkan sebuag asosiasi di antaranya " Masjid, Gereja, Pura, Wihara, Walubi, PGI, Front Pembela Islam , dll. Dari lembaga sosial " Agama " memiliki kumpulan asosiasi yang menjalankannya. Dan melalui Asosiasi itulah, norma-norma lembaga dilaksanakan dan diteruskan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu " Agama " menunjuk pada sebuah Lembaga dan bukan sekelompok manusia, karena " Agama " adalah suatu sistem gagsan, kepercayaan dan praktek. Sementara Gereja, Masjid, Pura, Wihara,PGI, Front Pembela Islam, dll merupakan asosiasi , yang menerima kepercayaan atau gagasan dan mengikuti suatu praktek agama tertentu. Bila tidak ada orang yang percaya dan mau menerimanya, maka agam atidak ada, Jadi agama bukanlah manusianya melainkan berupa lembaga sistem keyakinan dan praktek.

Berkembangnya organisasi masyarakat sering dianggap sebagai petunjuk tumbuhnya kehidupan demokratis. Studi di pelbagai negara yang telah mengalami proses demokratisasi, seperti Polandia, Brasil, dan Cile menunjukkan bahwa terdapat perkembangan organisasi masyarakat yang pesat setelah rezim otoriter jatuh.

Kebanyakan studi tersebut menunjukkan nilai positif dari kemunculan organisasi tersebut. Organisasi masyarakat yang tumbuh meliputi berbagai bentuk - informal, formal, berskala ketetanggaan hingga nasional-memenuhi kebutuhan yang bersifat praktis hingga yang berusaha mempengaruhi kebijakan negara.

Di Indonesia, pada era Orde Baru, organisasi sosial yang muncul bentuknya amat terbatas. Hal ini terkait dengan jiwa pemerintahan di masa tersebut, yaitu pengendalian gerak masyarakat oleh negara. Setelah Orde Baru jatuh, organisasi sosial muncul dengan pesat. Bentuk baru yang tidak dikenal sebelumnya muncul seperti aliansi masyarakat adat, forum warga, serikat buruh dengan berbagai modelnya, dan banyak lagi. Seperti juga di negara disebut di atas, organisasi sosial di Indonesia didirikan untuk bermacam tujuan. Terhadap organisasi itu, salah satu pengamatan yang dapat dilakukan adalah dengan perspektif jauh tidaknya (distance) dengan lembaga negara. Dengan perspektif ini, dapat dilihat kecenderungan komunikasi politik masyarakat dengan lembaga negara pengambil keputusan.

Perspektif hubungan dengan lembaga negara mendominasi analisis tentang munculnya organisasi sosial setelah kejatuhan pemerintahan non-demokratis. Pertumbuhan yang pesat sering dipandang sebagai hal positif karena dianggap menunjukkan orientasi independensi terhadap negara. Juga ditemukan bias dari penilaian negatif dari kondisi sebelumnya, yaitu keadaan terkungkung, terhadap penilaian positif atas kemunculan organisasi sosial sebagai kecenderungan ke arah masyarakat demokratis.

Bahkan, bias ini sering mengartikan bahwa kemunculan organisasi sosial bukan hanya menunjukkan adanya demokratisasi yang jelas, melainkan juga menandakan kemunculan masyarakat yang beradab-antara lain menjunjung pluralisme, beretika politik, patuh hukum-dan berkemampuan-antara lain berorientasi modern dan berpikir rasional.

BAB III

Kemunculan banyaknya organisasi sosial di Indonesia menunjukkan kemajuan

Elemen penilaian pertama adalah kembali pada persoalan yang dominan menyangkut hubungan masyarakat dan negara, arti independensi dari lembaga negara. Apakah independensi menunjukkan keadaan positif. Kita harus membedakan latar belakang dari independensi ini, apakah karena ketidakmampuan negara atau karena kekuatan yang ada pada organisasi sosial yang ada. Latar belakang yang pertama adalah situasi di mana lembaga negara lemah-ditunjukkan dari, antara lain, kosongnya atau ketidakkonsistenan kebijakan yang dapat mengarahkan gerak masyarakat, ketidakkompakan antara aktor dan lembaga negara, serta korupsi yang kronis. Negara tidak mampu menjalankan fungsi pengarahan, koordinasi, dan fasilitasi. Dalam kondisi ini, masyarakat harus mencari jalan keluar masing-masing. Kondisi ini lebih sering menimbulkan kekacauan daripada sebaliknya. Ini berlangsung setidaknya untuk periode tertentu, tergantung pada banyak faktor yang berpengaruh.

Latar belakang yang kedua menunjukkan adanya pengalaman dan kemampuan untuk mengelola kehidupan dalam masyarakat. Faktor seperti homogenitas, kepemimpinan, dan kuatnya institusi spiritualitas merupakan faktor yang sering berpengaruh, seperti yang terjadi di Brasil, Polandia, dan Filipina. Faktor di atas dapat mengarahkan kelompok yang ada dalam masyarakat untuk suatu kegiatan yang produktif dan mencegah berkembangnya konflik kepentingan yang melukai golongan tertentu atau secara umum. Tentu saja ini akan terjadi jika pemimpin sendiri tidak menciptakan konflik untuk kepentingannya.

Namun, apakah independensi dari negara selalu baik? Apakah, misalnya, ketergantungan pada sektor negara akan selalu berarti buruk? Meskipun ketergantungan secara inheren berarti keterbatasan, namun jawabannya tidak sederhana dan tergantung pada banyak hal. Salah satunya adalah aturan main yang ditegakkan antara negara dan masyarakat, apakah mengandung prinsip kebebasan dan keadilan? Sebagai contoh, di Belanda undang-undang mengharuskan pemerintah memberikan dana untuk program-programnya tanpa bisa mendikte organisasi ini. Kondisi lain yang perlu diperhitungkan-pandangan yang lebih baru-adalah prinsip saling menunjang antara lembaga negara dan masyarakat. Antara negara dan masyarakat tidak mesti dipertentangkan. Jika yang satu membutuhkan yang lain, ini berarti bahwa satu sama lain tergantung. Tentu situasi ini tergantung pada orientasi dan kapasitas kedua belah pihak.

Di Indonesia, latar belakang independensi pada banyak organisasi sosial sering kali karena lemahnya negara. Masyarakat hampir tidak melihat kebijakan pemerintah maupun DPR yang secara jelas dan pasti (on the right track) mengatasi persoalan mendasar negara ini, misalnya kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan kegiatan ekonomi ilegal. Birokrasi seperti gurita yang mabuk sehingga tidak mampu memberi pelayanan yang baik pada masyarakat. Dalam situasi ini, masyarakat menginterpretasikan dan menerjemahkan tindakannya sesuatu dengan wawasan dan kepentingan masing-masing. Seperti kita lihat, beberapa di antaranya menghasilkan tindakan yang merugikan kelompok lain. Mereka pun mudah menjadi alat dari kepentingan tertentu.

Sebagian dari organisasi sosial muncul karena kekuatan yang dimilikinya. Mereka muncul karena adanya kekuatan spiritual dan moral anggotanya atau komunitasnya, karena kecakapannya, atau karena sumber daya yang dimilikinya-material, informasi, atau jaringan. Sebagian dari mereka menggunakannya hanya untuk memperbaiki kondisi kelompok sendiri yang terbatas. Namun, ada pula yang ingin menggunakannya untuk kepentingan masyarakat lebih luas. Organisasi ini-organisasi berbasis agama, LSM, organisasi profesi, dan sebagainya-mengangkat isu yang berkaitan dengan kemaslahatan publik-korupsi, kekerasan, serta kekosongan penegakan hukum dan sebagainya.

Namun, bahkan keberadaan organisasi di atas belum menunjukkan arah yang pasti akan terjadinya perbaikan kehidupan bernegara. Sebagai indikasinya, setelah lima tahun "reformasi" kita belum dapat menunjuk secara yakin bagian mana dari kehidupan bernegara ini yang telah menunjukkan perbaikan. Sebagai contoh, korupsi terasa semakin menjadi-jadi meskipun organisasi sosial yang terlibat dalam isu ini tidak terhitung.

Kita sebagai bangsa punya pengalaman terlalu sedikit untuk menjelaskan keadaan ini. Dengan demikian, kita perlu belajar dari negara lain di mana organisasi sosial yang tumbuh berhasil mendorong perbaikan penyelenggaraan negara. Negara tersebut menjalani pengalaman yang berbeda, namun ada tiga faktor penting dapat dikenali dari latar belakang keberhasilan tersebut. Faktor yang pertama adalah sumber intelektual masyarakatnya. Dua negara dapat dijadikan contoh yang baik, yaitu Polandia dan Brasil. Yang dimaksud dengan sumber intelektual masyarakat bukanlah sekadar keberadaan universitas, melainkan universitas yang berdenyut merespons apa yang terjadi dalam masyarakat. Diadakannya riset pastilah sesuatu yang sangat mendasar, namun yang lebih pokok lagi adalah pertukaran gagasan tentang apa yang diperoleh dari riset.

Kondisi kedua adalah bahwa akademisi melakukan kontak yang luas dengan masyarakat. Di luar universitas, hidup kelompok intelektual di pelbagai bidang seperti seni dan lembaga berbasis agama. Dengan adanya sumber intelektual ini, organisasi masyarakat terbantu untuk menanggapi apa yang terjadi dalam masyarakat. Dengan cara ini, organisasi masyarakat tidak tergantung pada skema yang dikembangkan dari Barat atau yang dibawa lembaga donor. Sumber intelektual ini juga membantu terciptanya otoritas dalam organisasi sosial sendiri, yang memungkinkan adanya arah tertentu.

Kondisi penting lain adalah adanya pemimpin sosial yang mempunyai otoritas dan legitimasi. Di Brasil, Filipina, dan Polandia lembaga gereja menjadi salah satu sumber penting dari kekuatan spiritual dan moral organisasi sosial. Setidaknya di Brasil dan Polandia, gereja dapat memberi arah dan jawaban terhadap persoalan aktual masyarakat. Di Polandia, Lech Walesa menjadikan organisasi buruh solidaritas pemimpin dari gerakan sosial. Berbagai inisiatif masyarakat dengan latar belakang profesi, seni, etnis, budaya, dan sebagainya dapat muncul karena gerakan organisasi Solidaritas. Isu yang diperjuangkan organisasi ini menyangkut kehidupan demokratis yang lebih luas. Namun, yang penting dicatat adalah bahwa organisasi ini memiliki legitimasi sosial yang diperoleh, antara lain, dengan menunjukkan struktur internal organisasi yang demokratis. Organisasi ini berhasil membangun patokan baru tentang pengelolaan masyarakat.

Faktor penting ketiga, yang sesungguhnya dibentuk oleh ada tidaknya pemikiran dan kepemimpinan dalam masyarakat adalah tingkat fragmentasi dalam masyarakat. Organisasi yang bertebaran dengan arah masing-masing tidak mempunyai kekuatan pembaruan. Malahan, satu sama lain bisa saling menjegal. Menumbangkan pemerintah relatif mudah dengan bersatunya organisasi sosial, namun membangun sistem baru membutuhkan orientasi kerja sama jangka panjang.

Di Indonesia, ketiga faktor itu sangat lemah. Organisasi sosial berbasis agama sesungguhnya dapat menjadi harapan karena pengaruhnya yang luas. Namun sungguh sayang, bahkan dari organisasi itu pun belum terdengar adanya rumusan konsep pembaruan. Ini bisa menunjukkan bahwa tidak satu pun organisasi atau lembaga yang mampu mendorong pembaruan kecuali kerja sama yang saling melengkapi.